Sidang MK: Menguji UU Keprotokolan Terhadap UUD 1945
Jakarta, InfoPublik – Pada Senin, 22 Juli 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan untuk menguji materiil Pasal 16 huruf a Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan (UU Keprotokolan) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sidang ini dipimpin oleh para hakim konstitusi Daniel Yusmic P, M. Guntur Hamzah, dan Ridan Mansyur.
Permohonan ini diajukan oleh Pranoto, seorang Pemerhati Sejarah Indonesia, dan Dwi Agung, seorang guru, yang merasa ada ketidakadilan dalam penerapan undang-undang tersebut. Mereka berpendapat bahwa Pasal 16 huruf a, Pasal 18, dan Pasal 20 UU Keprotokolan melanggar hak konstitusional mereka yang diatur dalam UUD 1945, khususnya Pasal 28C ayat (1) dan Pasal 31 ayat (3).
Latar Belakang Permohonan
Para pemohon menyampaikan bahwa ada kesalahan fakta sejarah dalam undang-undang ini yang berdampak negatif pada sistem pendidikan di Indonesia. Menurut mereka, hal ini mengakibatkan manfaat ilmu pengetahuan tidak dapat diperoleh secara maksimal dan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa tidak tercapai. Mereka juga merasa dirugikan karena ketidaksesuaian antara frasa dalam undang-undang dan fakta yang ada, yang menghambat mereka dalam mendapatkan, memberikan, dan menyebarkan ilmu pengetahuan serta pendidikan.
Implikasi terhadap Pendidikan dan Hak Konstitusional
Dalam sidang, para pemohon menekankan bahwa ketidaksesuaian ini juga mempengaruhi pencapaian tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan Pasal 28C ayat (1) dan Pasal 31 ayat (3) UUD 1945. Mereka menyoroti bahwa kesalahan ini juga tercermin dalam Surat Edaran Pemerintah tentang Peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus.
Para pemohon mengusulkan agar frasa ‘Kemerdekaan Republik Indonesia’ dalam Pasal 16 huruf a, Pasal 18, dan Pasal 20 UU Keprotokolan diubah menjadi ‘Kemerdekaan Bangsa Indonesia’. Mereka berharap bahwa perubahan ini akan memperbaiki hak dan kewenangan konstitusional mereka, sehingga sistem pendidikan nasional dapat berfungsi dengan semestinya.
Dampak dan Harapan
Para pemohon percaya bahwa dengan mengubah frasa tersebut, sistem pendidikan nasional dapat dijalankan dengan lebih baik dan pemerintah dapat lebih cermat dalam menerbitkan Surat Edaran terkait peringatan hari besar nasional. Mereka berharap bahwa Mahkamah Konstitusi akan menyatakan Pasal 16 huruf a, Pasal 18, dan Pasal 20 UU Keprotokolan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pertanyaan Umum (FAQs)
Apa yang dimaksud dengan UU Keprotokolan?
UU Keprotokolan adalah undang-undang yang mengatur tata cara dan aturan dalam acara resmi kenegaraan, termasuk upacara, pertemuan, dan acara resmi lainnya.
Mengapa Pasal 16 huruf a UU Keprotokolan dipermasalahkan?
Pasal 16 huruf a UU Keprotokolan dipermasalahkan karena dianggap tidak sesuai dengan fakta sejarah dan menghambat pemenuhan hak konstitusional dalam bidang pendidikan.
Bagaimana dampak kesalahan fakta sejarah dalam undang-undang terhadap pendidikan?
Kesalahan fakta sejarah dalam undang-undang dapat menyebabkan kesalahan berkelanjutan dalam sistem pendidikan, yang pada akhirnya menghambat pencapaian tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kesimpulan
Sidang pendahuluan MK ini merupakan langkah penting dalam menguji kesesuaian UU Keprotokolan dengan UUD 1945. Para pemohon berharap bahwa perubahan frasa dalam undang-undang ini akan memperbaiki sistem pendidikan nasional dan memastikan bahwa hak konstitusional mereka terpenuhi. Dengan demikian, pencapaian tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dapat lebih optimal.